Kritik Sosial dalam Klip Gong 2000

KLIP, No 01/THN 1/September 1998


Para pedagang daging di pejagalan Cakung, Jakarta, terkejut ketika serombongan musisi dan orang-orang film bergabung bersama mereka. Ada Achmad Albar, Ian Antono, Donny Fatah, Harry Anggoman, dan Yaya Moektio. Juga sutradara Garin Nugroho bersama krunya.

Alat-alat musik kemudian digelar di depan mereka, begitu juga lampu-lampu sorot dan kamera. Setelah semua siap, Garin berteriak,” Take.” Iyek – panggilan akrab Albar—pun melantunkan lagu Basa-basi.

Itulah sebagian cerita pengambilan gambar klip Basa-basi dari album terbaru Gong 2000 yang kini tayang di televisi. Suting yang berlangsung dari pukul 22.00 hingga pukul 04.00, Agustus lalu itu mengetengahkan warna kritik sosial klip Gong 2000.

Ada deretan daging sapi yang dicincang dan digantung, ada pula wajah-wajah pedagang yang ditutup kain hitam sembari membawa beragam gambar; seperti wajah-wajah dengan kepala minyak goreng, beras, gambar ayam, sapi, tanda seru, dan beberapa gambar tanda lalu-lintas.

Di tengah fragmen-fragmen itu Iyek melontarkan syair: Seorang tak mau peduli nasib kami...katakanlah sejujurnya agar penantian tak sia-sia, aku sudah bosan dengan segala janji basa-basi.



Di klip Cinta yang Hilang, Garin giliran mengambillokasi Yogya Department Store, Klender, Jakarta Timur, yang memanggang ratusan orang  dalam kerusuhan 14-15 Mei. Formasi lengkap Gong 2000 tampil di tengah reruntuhan gedung menytanyikan syair cinta, tentang seseorang yang kehilangan kekasihnya. Modelnya seorang gadis WNI keturunan, seorang lelaki, dan musik boks yang tergolek di tengah reruntuhan. Pada klip ini amuk Mei dan kobaran api ditampilkan.

Mengapa sutradara Daun di Atas Bantal itu mengetengahkan warna kritik sosial dalam dua klip Gong? Garin bertutur syair-syair Gong 2000 memungkinkan dia berekspresi lebih bebas. “Ada persoalan kekerasan dan komunikasi yang mampat. Reformasi selama ini juga cumadikatakan, tak menjadi perbuatan,” kata sutradara klip terbaik tahun 1995 lewat Negeri di Awan itu.

Garin juga menilai sekarang ini hampir tak klip yang merespon fenomena reformasi. “Saya lihat reformasi tak dijabarkan dalam video klip dan iklan. Impian hak-hak berekspresi masyarakat tak pernah tergambarkan. Jika membuat album rock, misalnya, cuma gambar-gambar pentas di panggung yang dikedepankan dan wajah-wajah keras pemusiknya. Mengapa bukan setting pikiran dan gagasan musisi yang dimunculkan?” tutur sutadara yang memasang biaya pembuatan klip di atas Rp 35 juta itu.

Apa komentar personel Gong dengan dua klip itu? “Saya surprised,” kata Iyek. > renny



Album Klip Garin Nugroho
Januari Christy               Dindi                                               1990
Krakatau                         Kutemukan                                     1992
Titi DJ                            Bintang-bintang                              1995
Paquita                           Teman Bicara                                  1995
Katon Bagaskara            Negeri di Awan                               1995
Chrisye                           Zamrud Khatulistiwa                      1997
Edo Kondologit             Yang Menangis                                1997/1998
Gong 2000                     Basa-basi dan Cinta yang Hilang   1998

No comments:

Post a Comment

Adbox

@templatesyard