![]() |
| Foto: Pia Nilawati/MuMu |
Lagu Rindu Ini, yang dinyanyikan kelompok vokal Warna, mengalun dari streo set di sebuah ruangan sejuk di Gedung Yamaha, Jakarta. Para personel Warna – Ria, Dea, Nina, Stephen, dan Sarwana – tampak asyik berlatih menari mengikuti irama lagu itu, disaksikan koreografer yang melatih mereka.
“Belakangan ini mereka berlatih lebih tekun dari
sebelumnya,” kata Endang Abimanyu, manajer Warna kepada MuMu. Maklum, jadwal pentas mereka makin padat. Mulai dari
kafe-kafe sampai seremoni yang diadakan oleh beberapa perusahaan. “Latihan itu
juga sebagai persiapan promo tur di beberapa kota sejak pertengahan September
ini,” ujarnya.
Nama kelompok vokal Warna pekan-pekan ini memang
sedang berkibar-kibar. Album perdana mereka, Dalam Hati Saja, yang diluncurkan Agustus lalu, tergolong laris.
Salah satu lagu andalannya, Rindu Ini,
sempat pula menempati ranking pertama pada tangga lagu di beberapa radio. “Lagu
itu rupanya lebih mengena di hati penggemar kami,” tutur Stephen, pianis klasik
lulusan University of Rochester (Eastman School of Music, New York, yang ikut
bernyanyi dalam kelompok vokal bimbingan pemusika kawakan, Tamam Husein, ini.
Album perdana berlabel Sony Music Indonesia itu tak dipungkiri membawa berkah sendiri bagi grup vokal yang dibentuk 1994 ini. Popularitas mereka melambung dan, tentu saja, rezeki pun mengucur. Lebih penting dari itu,”Kami makin pede,” ujar Nina. “Kami memperoleh dorongan lebih besar untuk lebih profesional, terus mencari jati diri sampai menemukan warna tersendiri.”
Menemukan ciri khas dan warna tersendiri? “Ya,
kira-kira seperti Manhattan Transfer itulah,” katanya terbuka tanpa bermaksud
menjiplak kelompok vokal popular dari Amerika itu. Maksudnya,”Begitu orang
mendengar vokal kami, mereka langsung mengenali ciri khas Warna. Sama seperti
orang tahu ciri khas Manhattan Transfer.”
Kehadiran Warna, yang pernah meraih juara pertama
pada The 3rd Philippines International
Song Writing Festival yang antara lain diikuti para penyanyi dari Amerika,
Prancis, dan Australia, ini cukup mencengangkan. Apalagi terbukti mereka mampu
mencetak hit pula. “Mengaransemen grup vokal dengan karakter yang berbeda-beda
jelas lebih sulit,” kata Stephen yang ikut membuat komposisi musik pada lagu Haruskah, dan aransemen vokalnya digarap
Watanabe.
Perbedaan karakter dan warna vokal masing-masing
personel itu, kata Nina, merupakan salah satu kelebihan grup vokal yang semula
bernama Second Generation (Baca: Second G) ini. “Dari perbedaan warna itu pula
kami sepakat untuk mengganti nama dari Second Generation menjadi Warna,” kata
Ria. “Biar berbeda warna , ya warna vokal mau pun warna kulit, tapi kamii tetap
satu dalam Warna. Kompak, dan demokratis.”
Kebetulan mereka berlima berbeda etnis pula. Ada
Jawa, Pare-pare, Ujungpandang, dan Flores. Warna kulit juga berbeda. . “Moto
kami sama seperti Indonesia: Bhineka Tunggal Ika,” tutur Nina bersemangat. Yang
lain ikut mengamini. Kompaklah.
Kekompakan, kekayaan warna, dan, tentu saja,
kemampuan olah vokal mereka – semua personel punya prestasi menonjol dalam berbagai festival, panggung, dan sekolah
musik – itulah antara lain yang menarik minat perusahaan rekaman Sony Music
Indonesia. Sepuluh lagu dalam album mereka pun menampilkan berbagai warna
musik. “Pokoknya, Warna benar-benar berusaha menampilkan kekayaan warna-warni,”
kata Stephen. Seperti pelangi, begitu? > ehaka









No comments:
Post a Comment