Cerita Utama No.01/THN.I/September 1998
![]() |
| Foto-foto: Mila Fadliana/MuMu |
Sebelum tahun 1993 banyak produser kaset yang ogah merekam musik rap. Musik rap, boleh jadi, masih dinilai cuma enak dilihat ketimbang didengar. Tapi pendapat ini terpatahkan ketika Iwa K, lewat Musica Studio’s, meluncurkan album perdana Kuingin Kembali pada 1993.
Rap di sini memang tidak seperti di negeri asalnya, Amerika Serikat. Di sana sejumlah album musik rap – Sister Souljah, Public Enemy, dan Ice-T (lewat lagu Cop Killer) sampai diboikot. Di sini tumbuh bebas. Di negeri Paman Sam itu, sejauh ini, musik rap identik dengan musik penyebar kebencian dan kekerasan dengan lirik penuh makian. Di sini liriknya berisikan kata-kata halus menentang kekerasan.
Nah, dengan dengan musik yang lebih lembut dan lirik yang
halus, siapa bilang rap tidak bisa dijual? Album Iwa Kuingin Kembali misalnya, laku 150 ribu keping; album kedua Topeng,
dengan hits Bebas malah melejit
hingga 200 ribu kaset.. Hanya pada album Kram Otak, yang menyelipkan unsur
hardcore, penjualan kaset Iwa apes, cuma laku sekitar 100 ribu kopi.
Dua tahun setelah kemunculan Iwa, giliran Denada unjuk gigi.
Dibantu penyanyi latar Jamaica dan Rizal
Manthovani, dengan lagu yang diaransemen oleh Bobby Alatas, album rap perdana
Denada, Denada, juga meledak melewati
angka 200 ribu kaset. Prestasi ini tercapai, boleh jadi, karena aranjer dan
Hadi Sunyoto, produser dari HP Record, menyiasatinya dengan memasukkan unsur rhythm and blues (R & B).
Setelah Iwa K dan Denada, generasi rap berikutnya lahir
lewat panggung festival yang diadakan Guest Music Studio – kemudian dikenal
dengan Pesta Rap – seperti Sweet
Martabak, Black Kumuh, Black Skin, dan MC Kilo. Album Pesta Rap 1 (berisi antara lain Cewek
Matre), Pesta Rap 2 (dengan andalan Anak
Gedongan dan Mati Lampu), serta
Pesta Rap 3 (dengan hits Tididit)
juga laris.
Album Pesta Rap 1
bahkan mampu meraih angka penjualan hingga 200 ribu kaset. Menurut Dewi
Rahmayati, Manajer Promosi PT Musica Studio’s,”Jenis musik rap yang ringan dan
enak didengar lebih bisa diterima dari pada jenis musik rap yang berat dan
lebih susah untuk dinikmati.”
Ia menunjuk contoh album Kram
Otak Iwa K yang penjualannya seret. Mungkin, tutur Dewi, karena di dalam
album itu terdapat lagu-lagu rap yang rata-rata berjenis hardcore, yang memang keras dan kesannya lebih berat.
“Gue sadar, album gue yang Kram Otak kemarin terlalu berat.
Unsur hardcore-nya memang terasa banget.
Sebagian dari lagu-lagunya memang keras,” kata Iwa yang kerap mendengarkan musik Lanny Kravitz,
Sting, dan Si Raja Soul James Brown. Untuk itu, di album keempat yang baru saja
beredar, Iwa berupaya membuat lagu yang lebih ringan dan lebih enak untuk didengar. “Gue mencoba rap dicampur
jazz,” katanya tertawa.
Album terbaru itu, Mesin Imajinasi, masih menghadapi ujian
pasar. Sebanyak 20 ribu kopi dilepas kira-kira tiga pekan lalu. Sejauh ini,
menurut Dewi, belum ada permintaan tambahan. Seret? Dibandingkan misalnya,
dengan album baru Slank, Matahati
Reformasi, yang langsung terjual 100
ribu kopi hanya dalam sepekan, jumlah itu memang kecil. Sebuah upaya yang
tampaknya tak mudah.
Ferry Sweet Martabak pun mengaku sampai kesulitan mencari ide lagu. “Kami pinginnya bikin lagi yang ringan, nggak norak, dan gampang diingat seperti Tididit,” tuturnya. Untuk tujuan memperingan itu pula, Ahmad Dhani, aranjer yang menggarap empat lagu di album terbaru Denada menyelipkan musik R & B.
Meski yang pernah laku adalah musik yang lebih ringan, bagi
Dewi, musik rap – sama seperti musik lainnya – tetap bisa dijual. Rap bukan
lagi musik musiman. Jadi,”Untuk media massa, jangan malu-malu lagi untuk
mengekspos musik rap,” ujar Eric dan Adoy dari Black Kumuh. > imel/renny
‘Nge-rap’ Pro Kontra tentang Rap
Dari mana rap atau hip-hop datang? Secara ringkas bisa
dibilang, rap atau hip hop berakar dari tradisi dan bakat bermusik orang-orang
kulit hitam.
Semula para Dj (disc jokey) dan MC (master of ceremony) di diskotek-diskotek yang mengembangkannya pada 1980-an. DJ menemukan musiknya, MC lirik dan cara menyanyikannya (rap berarti monolog panjang yang ritmis dan bersanjak). Tapi lalu, secara substansi, seperti halnya musik-musik modern yang berakar sama (rock ‘n roll, blues, soul, jazz), rap terbentuk oleh tempaan problem multidimensi yang dihadapi orang-orang kulit hitam di Amerika Serikat.
Dengan kata lain, rap menjadi berdimensi politik, meski
warna-warni mode (baju longgar, baju bisbol, basket) juga sangat menonjol. Ada
sekadar ekspresi ide ada pula protes.
Apapun substansinya, para artis belakangan membuktikan
betapa rap adalah alat yang sangat kuat untuk membangun dan memperkokoh
kebersamaan, membentuk komunitas. Artis-artis rap bukan saja digemari , tapi
juga dipuja; para penggemar berupaya melakukan apapun yang mereka temui dalam
lirik dan meniru tingkah laku sang artis.
Empat ciri menonjol dari rap atau hip hop, yang berfungsi seperti
perekat komunitas yang terbentuk itu sekaligus dianggap menimbulkan masalah,
adalah grafiti, break dance, DJ, dan MC. Semuanya adalah kegiatan yang, jika
dilakukan, cenderung mengangkangi tempat-tempat umum. Para pengeritik rap
menyebutnya sebagai kegiatan yang oposan sifatnya.
Pro dan kontra makin tak terelakkan karena rap terbelah
dalam genre-genre, satu di antaranya apa yang disebut gangsta (dari gangster).
Dikawal antara lain oleh penyanyi atau kelompok seperti Tupac Shakur (almarhum) dan Public
Enemy, gangsta adalah genre rap yang
mengobarkan makian, kebencian dan kekerasan.
Rap jenis itulah yang kuat pengaruhnya di kalangan remaja
kulit hitam. Di Austin, Texas, Amerika Serikat, Ronald Ray Howard, remaja
berusia 19 tahun, menembak hingga tewas seorang polisi dengan alasan rap-lah
yang mendorongnya melakukan itu.
Menurut Jaksa, seperti dikutip Brent Staples [lihat; Rap on Rap, Dell Publishing, 1995],
kata-kata pertama Ronald segera setelah peristiwa itu adalah “Ia menghentikanku
tanpa sebab.” Ini kalimat Tupac dalam satu lagunya, yang baru saja didengarkan
oleh Ronald.
Para Gangsta rapper
beralasan apa yang mereka nyanyikan sama-sama hanya “melaporkan apa yang kami
lihat.” Sebaliknya, para pengecam berkeras apa yang mereka mainkan adalah musik
para pembunuh. Mereka menunjuk, antara lain, Cop Killer yang dinyanyikan Ice-T
sebagai contoh. “Gue mau habisin polisi/Lebih
baik lu dari pada gue,” seru Ice-T.
Bisa dipahami bila banyak kalangan mapan, apalagi polisi,
yang sewot mendengarkan nyanyian seperti itu. Mungkin karena sadar betul adanya
kekeliruan, belakangan banyak rapper yang
banting stir, atau mencoba mengenalkan ‘wajah’ baru. Karya-karya mereka dikenal
sebagai rap alternatif.
Me Phi Me dan pemenang penghargaan Grammy, Arrested Developmet,
adalah contohnya. Mereka tetap menyodorkan masalah di kawasan-kawasan kumuh,
tempat tinggal kebanyakan kaum kulit hitam. Tapi mereka menanggalkan makian dan
ajakan yang bersifat kekerasan. Dalam lagu (Think...) were Are You Going?,
misalnya, Me Phi Me berseru,”Stop,
pikirkan apa yang sudah kamu perbuat dalam hidupmu.” Arrested Development
bahkan memilih mengentalkan ramuan soul dan R & B.
Kelompok-kelompok rap alternatiflah yang turut berperan mengubah
kesan sebagian kalangan yang semula abai pada, bahkan anti rap. Karena mereka
itulah misalnya, The Wall Street Journal, sebuah koran bergengsi menurunkan artikel di halaman depan tentang
rap, dengan judul “Rap Music is Taking a
Positive Turn and Winning Fans.”
Dari Baju Basket Hingga Baju Longgar
Entah ada hubungannya atau tidak antara rap dengan basket,
tapi sampai saat ini Iwa K, masih menjadi presenter Boom Basket di RCTI.
Iwa punya alasan. “Gue bukannya, istilahnya, ingin menjual
rap dengan basket. Kalau memang di album gue yang Kram Otak ada lagu Nombok
Dong yang berbau-bau basket, ya, itu hanya pengalaman dan kebiasaan gue dulu.
Makanya, gue tulis jadi lagu. Meskipun dilihat dari image sebenarnya kebudayaan
hip hop di Amerika sana nggak bisa lepas dari yang namanya basket, turntable,
dan grafiti. Jadi, rap dan basket memang erat sekali kaitannya. Itu sudah
menjadi semacam budaya,” kata Iwa menjelaskan.
Nggak lengkap rasanya kalau nge-rap tanpa t-shirt dan celana
gombrong, plus asesoris rap lainnya, seperti sarung tangan dan topi. Dulu,
ketika baru mulai nge-rap, Iwa pun memakainya. “Nggak PD rasanya kalau gue
nggak pakai celana gombrong plus asesoris rap lainnya,” kata Iwa. Apalagi itu memang
sudah semacam budaya rap. Tapi lama kelamaan Iwa merasa tak lagi harus memakai
atribut semacam itu. “Nggal prinsipil banget,” tambahnya.
Mengenai pakaian yang longgar-longgar itu, Black Kumuh
mengomentari,”baju longgar hanya style orang-orang item aja.” ‘Tapi gue memang
suka pakai baju yang longgar-longgar karena bisa lebih bebas. Enak aja
dipakainya,” ujar Eric, salah seorang personelnya.
Dengan pakaian yang simple itulah, menurut mereka, persiapan
panggung lebih simple. Tak perlu macam-macam. “Latihannya juga bisa dimana aja,”
tambah Adoy, yang tak pernah lupa mengenakan kalung dan gelang jika manggung. > imel/renny
Mengaransemen Kata-kata Ngaco
Bertemu dengan tiga aranjer rap ini sungguh di luar
dugaan.Tori, Yudhis, dan Nti dari Guest Music Production ini sudah banyak
mengaransemen lagu-lagu Iwa K, Pesta Rap 1 sampai Pesta Rap 3. Dan aransemen
mereka funky banget lho.
Guest Music bermula dari kegiatan ngeband dua cowok pemalu
itu ditambah Gustav. Tahun 1985 mereka sudah tampil di acara-acara mik dengan
formasi Gustav (bas dan vokal), Nti (kibor), Yudhis (gitar), dan Tori (dram). Pada 1989 mereka sempat membuat album. Iwa K
bahkan nge-rap di lagu It’s Good to Have You Back. Dari kelompok ini pulalah
Iwa memulai kariernya.
Setelah Gustav keluar, Guest makin berkembang. Tapi dalam
format lain, semacam music production. “Dari pemain band, aranjer, co-produser,
produser, sampai sekarang grup itu bahkan jadi distributor juga,” ujar Masaru
Riupassa, Marketing Manager Guest Music. Proyek pertama yang mereka garap adalah
album kelompok Zen.
Proyek Pesta Rap 1
sampai Pesta Rap 3, yang berupa album
kompilasi, sebenarnya hanyalah batu loncatan bagi para rapper baru. “Kalau
setelah itu mereka mau berkembang dan bikin album sungguhan, boleh-boleh saja,”
kata Nti. Tapi kenyataannya banyak dari grup rap itu yang tampaknya lebih suka jika
musiknya digarap oleh tiga sekawan ini. Musik rap yang berkesan monoton bisa
terdengar menarik di tangan mereka.
Apa saja sih yang mereka lakukan? Susah nggak mengaransemen
lagu rap? “Kesulitan yang sering dihadapi adalah menyesuaikan kata-kata yang
sudah mereka buat dengan melodi yang akan kita kerjakan. Karena banyak juga
kata-kata yang agak ngaco, hehehe,” kata Nti, Yudhis, dan Tori bersamaan.
Selain itu, kesulitan sering muncul ketika
menyambungkan suatu tema lagu dengan
aransemen musiknya. Makanya, ketika mengerjakan order untuk para rapper itu,
mereka selalu diskusi untuk menyatukan pendapat. Langkah awal dalam
mengaransemen lagu rap adalah mendengarkan musiknya baik-baik. Lalu menentukan mau dibawa kemana lagu itu,
arah-arah lagunya mau seperti apa. Jadi, tidak harus tergantung apakah
penyanyinya cowok atau cewek.
Sedang perbedaan aransemen antara lagu dan verse (lirik), pada musik rap tidak
terlalu banyak. Soalnya, pada bagian ini tidak dibutuhkan harmonisasi. “Kita tidak perlu mendengarkan
suara fals, karena mereka cuma nge-rap. Kasarnya sih begitu,” ujar Nti.
Tapi itu tidak berarti mengerjakan musik rap lebih mudah
ketimbang musik pop misalnya. “Untuk menentukan fondasi aransemen itu tidak
mudah. Rap memiliki ritme yang berulang-ulang dan monoton, tetapi tetap saja
kita harus mencari fondasi itu,” Yudhis memaparkan.
Menurutnya, urusan cari mencari fondasi bisa saja usai dalam
tiga jam seperti Topeng Iwa K. Tapi
pernah juga setelah sebulan belum juga selesai. Musik rap biasanya identik
dengan efek bunyi goresan (scratch) pada piringan hitam seperti yang biasa
disuguhkan para disc jockey. Tapi itu, kata Yudhis, sebenarnya tidak mutlak
ada, tergantung zamannya.
Perangkat turntable (pemutar piringan hitam) dulu memang
instrumen wajib. Tapi sekarang aransemen rap lebih bebas. Dan suara apapun –
bisa dimanipulasi lewat sampling. Sampling, MIDI, sequencer programming,
sebenarnya bukan teknologi canggih tapi hanya memanfaatkan peralatan yang ada.
Hampir semua aransemen, baik lagu anak-anak, pop, atau yang lainnya kini sudah
menggunakan teknologi itu.
Ide membuat aransemen, biasanya didapat dari banyak mendengarkan referensi
musik serupa milik orang lain. Tapi masing-masing personel melakukannya dengan cara berbeda. Alhasil,
masing masing menangkap interpretasi
yang berbeda pula. > retno
“Padahal, kalau mau obyektif banyak yang bagus. Lagu Tididit Sweet Martabak itu enak,
musiknya, liriknya. Begitu juga Black Kumuh. Gue pribadi nggak ingin dibilang
rap identik dengan Iwa. Mungkin hanya kebetulan gue yang pertama bikin album
rap dan akhirnya image itu kebawa sampai sekarang.”
Bribidipbidip...Rap-lah
Jalanan rap menikung dan berkelok., boleh jadi, seperti
cengkok rap. Bribidipbidip... Iwa K, Sweet Martabak, Black Kumuh, Black Skin,
atau MC Kilo menekuninya dari bawah.
Sweet Martabak mengawali karier di Rumbai, Riau, dengan
mengikuti berbagai lomba modern
dance, bukan menyanyi. “Dulu waktu SMP kita masih nge-dance, sejenis modern
dance gitu. Dan waktu itu saya dan John sebenarnya rival, lho,” kata Ferry.
Saat SMA kelas 1 (1992) mereka berdua bergabung membentuk
grup rap dengan nama De Rebel. Tapi setelah menang festival rap yang diadakan
oleh Guest, nama mereka berubah jadi Sweet Martabak, sesuai makanan kegemaran mereka,
martabak manis. “Pinginnya sih nasib grupnya bakal semanis namanya,” tutur
John. Nama Sweet Martabak pun akhirnya terkerek lewat lagu hits mereka Tididit.
![]() |
| Foto: Mila Fadliana MuMu |
Berbeda dengan Sweet Martabak yang mengawali karier sebagai dancer, Black Kumuh memulainya sebagai
petugas informasi di Matahari dan Robinson Department Store. Mereka menemani pengunjung sambil
nge-rap. “Kita mengucapkan selamat
belanja dengan gaya rap,” kata Eric yang berayahkan karikaturis Pos Kota ini.
Sebelumnya, Eric dan Adoy nge-rap sendiri-sendiri. “Waktu
itu gue kayak orang gila, nge-rap sendirian,”
ujar Eric mengenang. Lewat
perantaraan teman akhirnya mereka kenal. Meski baru berkenalan, mereka langsung
jalan ke mal-mal. Cari lokasi untuk nge-rap.
Di awal 1993, atas kebaikan pihak Matahari, Eric dan adoy
diberi tempat yang lebih layak. “Waktu
itu di depan tempat petugas informasi, ada tempat kosong,” ujar Eric yang lahir
di Jakarta, 3 November 1975.
Di tempat itulah mereka
menunjukkan kebolehan. “Lalu kita dipinjami jaket, celana, pokoknya properti
mereka deh,” ujar Eric. “Sekalian promosi pakaian mereka juga,” kata Adoy
menimpali. > imel/renny
Denada Buktikan tak Cuma Bisa Nyanyi
Rap
Suara sumbang itu jatuh kepada Denada. Ia dituding memilih
rap lantaran tak bisa menyanyi. Lantaran suara miring itulah, kata Emilia
Contessa, ibu Denada, “album ketiga Denada dibikin seperti album pembuktian
bahwa Denada bisa nyanyi.”
Album yang baru jadi 60 persen itu, kata Emil, yang mewakili
Denada yang sedang sibuk ujian di Australia,”memiliki warna dan gaya mirip TLC.”
Asal tahu, TLC adalah kelompok vokal – trio cewek – yang sempat berkibar
sekitar dua tahun lalu.
Musisi yang dilibatkan sebagai aranjer antara lain Hari
Budiman dan Ahmad Dhani. “Saya Cuma mengaransemen empat lagu, yang satu lagu
ciptaan Yovie Widianto. Album itu bukan rap, tapi lebih bergaya R & B,”
ujar Dhani.
![]() |
| Foto: Suryawan/Adil |
Ketertarikan Denada, yang lahir 19 Desember 1978, kepada rap
sebenarnya sejak kanak-kanak. Saat berkunjung kr rumah pamannya di Amerika, ia
bertemu dengan orang negro yang menjadi sahabat sepupunya. “Mereka menggunakan bahasa sehari-hari bahasa
slank yang susah saya mengerti.
Omongannya seperti kita mendengar musik
rap. Terus saya pelajari, akhirnya malah menjadi penyanyi rap,” kata pengagum rapper Queen Latifah dan Salt ‘N Pepper
itu.
Ia pun ingin bikin album rap, dan baru kesampaian Maret
1995. Album yang berjudul Denada dengan hits Sambutlah itu justru meledak. Klip Sambuutlah garapan Rizal
Manthovani kemudian menang dalam MTV Viewer’s Choice Award 1996. > renny
Iwa K Cinta Rap Sampai Mati
Rap Indonesia identik dengan Iwa
Kusuma, nama panjang Iwa K. Banyak orang bilang,”Nggak mau beli kaset rap kalau
bukan rap Iwa.” Menurut Iwa, pendapat seperti ini muncul karena orang Indonesia
lebih melihat image ketimbang perkembangan musik rap.
Perjalanan Iwa di kancah rap
dimulai tahun 1987, saat Iwa ngeband bersama teman-temannya (antara lain Ekki
Humania) di SMA. Merasa cocok dengan rap, ia pun ikut festival rap, dan menang.
Ketika kuliah di Bandung, Iwa bikin grup rap dan muncul di Radio Oz. Lalu Guest
Band butuh rapper untuk album Tak Kan, Iwa pun didaulat bikin lagu.
Begitu juga ketika Guest Music Studio memproduksi rekaman musik Melly Manuhutu
yang akan dibawa ke Jepang, awal 1990-an.
![]() |
| Foto: Mila Fadliana MuMu |
Setelah itu, Iwa dikompori untuk
bikin album, tapi belum mau. “Wah, gue belum berani. Mendingan gue kumpulin
dulu lagu-lagu yang pernah dibikin.” Setelah lagu terkumpul, ia mulai ‘dagang’
demo rekaman ke beberapa produser dan tidak satu pun yang mau menerima.
Musica-lah yang menyabet Iwa di tahun 1993, dengan album Kuingin Kembali. Setelah itu, werrr...album Topeng dengan hits Bebas,
lalu Kram Otak dan Mesin Imajinasi – yang beredar akhir
Agustus lalu – menjadi ladang rezeki Iwa.
Apa pendapat Iwa tentang
rap? “Banyak orang bilang rap adalah
blues di tahun 1990-an. Apapun, yang jelas rap adalah bagian dari hidup gue.
Gue cinta rap sampai mati.” > imel














No comments:
Post a Comment