Aerosmith; Semakin Tua Semakin Bersantan

LEGENDA, No 01/THN.1/September 1998

RICHARD YOUNG/REX/Shutterstock/Aerosmith photographed in London in 1999.
Carilah band seperti Aerosmith, niscaya kamu bakal kesulitan. Aerosmith, yang dimotori oleh si dower Steven Tyler, dinilai takk ada duanya. Band yang memulai menorehkan sejarahnya pada 1973 ini – jelas, kini sudah 25 tahun—bukan saja berhasil menaklukkan masa-masa gelap karena cengkeraman obat-obatan dan alkohol, tapi juga merebut kembali perhatian penggemarnya serta perusahaan rekaman raksasa Columbia Records. Nyaris tak ada kata-kata yang bisa dengan tepat melukiskan semua itu. 

Majalah Billboard menyebut perjalanan riwayat Aerosmith sebagai “penuh drama yang menandingi  opera sabun  paling melodramatis sekalipun.”

Sukses mutakhir Aerosmith bisa kamu lihat dari masih bercokolnya hit I Don’t Want to Miss a Thing, yang diambil dari album soundtrack film  Armageddon, di tangga-tangga lagu di Amerika Serikat hingga kini (paling gres adalah Hot 100 Singles versi Billboard). Karena prestasi inilah hampir bisa dibilang armageddonn identik dengan Aerosmith.

Riwayat Aerosmith dimulai dari pertemuan Steven, ketika masih berprofesi  sebagai dramer, dengan Joe Perry, gitaris yang bekerja di sebuah kedai es krim di Anchorage, New Hamshire. Waktu itu tahun 1970. Bersama-sama dengan pembetot bas Tom Hamilton, mereka lalu membentuk trio. Cuma sebentar. Belakangan masuk Joey Kramer, dramer, dan  Brad Whitford, gitaris. Steven memutuskan untuk memegang rol sesuai bakatnya; penyanyi  utama.

Debut rekaman mereka, yang kesepakatannya ditandatangani  bersama-sama dengan Presiden Columbia Records, Clive Davis, berjudul Aerosmith dan dirilis pada musim  gugur 1973. Tapi dari album berikutnyalah, Get Your Wings, yang disokong tur habis-habisan, Aerosmith menghimpun penggemar setia. Tangga menuju bintang pun terentang.

Salah satu sisi unik Aerosmith adalah warna musik yang mereka mainkan. Dari saat pertama berdiri mereka tak berkiblat ke satu jenis apa pun. Sebagai penikmat, mereka bahkan pada dasarnya lebih menyukai kelompok-kelompok seperti Fleetwood Mac dan Sly & the Family Stone. “Joe dan aku pernah menyaksikan mereka di Boston Tea Party,” kata Tom.

Toh mereka sanggop berock ‘n roll (dari sini, serta karena tampang Steven yang mirip Mick Jagger, orang lalu mengasosiasikan Aerosmith dengan Rolling Stones), bisa menghentak lebih keras dengan metal, dan malah bisa juga melantunkan balada.

Semuanya berkembang sepanjang lebih dari lima tahun sejak berdiri. Tapi, sebaliknya, itu justru tak terjadi pada diri masing-masing personel. Hanya sekitar tiga tahun berlimpah sukses, mereka sudah terperosok ke dalam perangkap obat-obatan dan alkohol. Grafik karier pun lalu menukik. Pada akhir 1970-an, nama Aerosmith sudah nyaris hilang. Joe dan Brad keluar dan membentuk band sendiri.

Rupanya, nyawa Aerosmith masih panjang. Joe dan Brad, yang merasa gagal berkarier sendiri, memutuskan untuk kembali bergabung, pada 1984.Dan, bersamaan dengan kesanggupan Steven dan Joe untuk menaklukkan pengaruh buruk obat-obatan dan alkohol, bendera Aerosmith kembali berkibar.

Berturut-turut, dari 1985, mereka merilis album album yang laris dan memuat sejumlah hits – Down With Mirror, Permanent Vacation (1987), Pump (1989), dan Get a Grip (1993). Pump bahkan terjual enam juta kopi. Semuanya diproduksi bersama Geffen Records.

Pada 1991, sementara masih bersama Geffen, Aerosmith meneken kontrak jutaan dolar Amerika Serikat dengan Sony Music, sebuah kontrak yang akhirnya melabuhkan kembali mereka ke Columbia Records. Baru pada 1997 Nine Lives meluncur. Rentang waktu yang, sebetulnya, terlalu panjang. Tapi, kata Steven,”Inilah rekaman hebat, hebat, paling bagus.”




No comments:

Post a Comment

Adbox

@templatesyard